PROFIL & SEJARAH Gereja Santo Petrus


LETAK GEOGRAFIS

Paroki St. Petrus terletak di dalam wilayah Palembang, yang beralamat di Jl. Betawi Raya 1332, kelurahan Lebong Gajah, kecamatan Sematang Borang, Palembang 30251. Paroki St. Petrus yang masuk dalam wilayah Sako merupakan wilayah yang oleh pemerintah kota Palembang dijadikan daerah Perumnas, yang pembangunannya dirintis sekitar pada tahun 1981/1982. Dengan demikian semakin jelas bahwa Paroki St. Petrus sebagian besar meliputi perumahan-perumahan.

Bagian timur, Paroki St. Petrus berbatasan dengan wilayah Paroki Sanfrades tepatnya kompleks PUSRI. Bagian selatan, Paroki St. Petrus berbatasan dengan wilayah Paroki Sanfrades tepatnya daerah Sekojo. Bagian barat, Paroki St. Petrus berbatasan dengan wilayah Paroki St. Yosep tepatnya kuburan Cina. Bagian utara, Paroki St. Petrus berbatasan dengan wilayah Paroki St. Stefanus Talang Betutu tepatnya Kenten Laut.

SEJARAH SINGKAT Paroki Santo Petrus

Pada awalnya umat katolik di Sako hanya beberapa jiwa saja. Di kemudian hari bapak RI Soediropranoto (alm.) selaku ketua Yayasan Xaverius Pusat Palembang membeli tanah di daerah Siaran Sako. Tanah itu terletak di Jalan Betawi Raya, masuk Kelurahan Lebong Gajah, Kecamatan Sematang Borang yang sebelumnya termasuk Kecamatan Sako. Tanah yang dibeli ini pada awalnya merupakan tempat untuk membuat batu bata, tetapi setelah dibeli diubah menjadi lahan pertanian, misalnya menanam sayur-sayuran.

Pada tahun 1979 mulailah dibangun sekolah Xaverius di tempat ini. Pada awalnya gedung sekolah hanya satu lokal saja. Pada tahun 1980/1981 dibukalah pendaftaran siswa baru untuk memulai sekolah Xaverius di Sako. Murid pada tahun pertama berjumlah 12 orang anak. Sedangkan Kepala Sekolah pada saat pembukaan sekolah tersebut adalah ibu Alb. Jarini. Gedung sekolah tersebut kini telah direnovasi dan menjadi aula paroki. Jumlah umat Katolik pada saat itu sedikit sekali, maka hanya menjadi satu kring saja yang dibentuk. Tempat tinggal umat pun berjauhan. Wilayah kring waktu itu meliputi seluruh wilayah stasi saat ini. Bisa dibayangkan bagaimana mereka mengadakan pertemuan. Sedangkan pelayanan pastor tidak bisa setiap hari Minggu. Perkembangan umat Katolik di Sako mulai tampak dengan adanya SD Xaverius 9 di Kenten pada tahun 1980/1981 karena banyak umat Katolik yang tinggalnya di luar Sako mulai menyekolahkan anak-anaknya di SD Xaverius. Kegiatan umat Katolik pada jaman itu antara lain: Misa Kudus, doa Rosario keliling. Pelayanan imam untuk misa kudus hanya dua minggu sekali. Kegiatan Gerejani semakin teratur dengan hadirnya para guru SD Xaverius 9 Kenten di Sako. Imam yang melayani umat Katolik di Sako dari paroki St. Yoseph Palembang setiap Sabtu sore, dua minggu sekali.

Pada tahun 1982/1983 Yayasan Xaverius membangun lokal SD Xaverius 9 di tempat di mana sekarang menjadi komplek persekolahan Xaverius yaitu di Jalan Betawi Raya. Dan pada tahun 1983/1984 didirikan TK. Xaverius 9 di Kenten. Dengan adanya sekolah tersebut umat Katolik semakin banyak karena berpindah dari tempat lain ke daerah Sako mendekati sekolah. Pada waktu gedung sekolah yang baru sudah bisa ditempati maka kegiatan sekolah berpindah dari lokasi lama (yang sekarang aula) ke komplek persekolahan sekarang ini. Lokal sekolah yang lama kemudian dimanfaatkan untuk kegiatan Gerejani, misalnya ibadat, meskipun bangunannya pada waktu itu hanya sekitar 7x9 meter. Pada tahun 1981/1982 pemerintah membangun Perumnas di Sako. Jumlah umat semakin bertambah meskipun bukan karena pembaptisan tetapi karena perpindahan umat katolik dari paroki lain yang ada di kota Palembang, misalnya Hati Kudus, Yoseph, Maria dan Sanfrades. Akhirnya jumlah umat katolik tahun 1982 ada 17 kepala keluarga. Karena wilayah kring saat itu terlalu luas dan tempat tinggal umat Katolik sangat berjauhan, maka nama kring diubah menjadi “stasi”. Sehingga nama stasi di Sako adalah stasi St. Petrus. Situasi kota Sako saat itu masih sangat pedesaan, jalan belum aspal dan belum begitu banyak penduduk serta masih banyak kebun-kebun dan rawa. Perkembangan stasi St. Petrus selanjutnya adalah masuk menjadi bagian dari wilayah paroki Sanfrades Sungai Buah Palembang. Oleh karena itu, pelayanan imam tidak dari paroki St. Yoseph lagi melainkan dilayani dari Sanfrades. Pada waktu itu pastor paroki Sanfrades dalah pastor Adi Swarman, SCJ (alm.). Pelayanan Ekaristi tetap dilakukan dua minggu sekali pada hari Sabtu sore. Sejak paroki St. Petrus menjadi bagian dari paroki Sanfrades itulah mulai dibentuk kepengurusan stasi yang sangat sederhana untuk mengorganisir kegiatan gerejani; misa kudus, pertemuan kelompok, rosario keliling dan lain-lain. Pada tahun 1984 jumlah umat Katolik di Sako bertambah menjadi 45 kepala keluarga dengan jumlah jiwa 135 orang. Perbandingan dengan jumlah penduduk di Sako sangat jauh bedanya. Perumnas saat itu membangun rumah sejumlah 3.000 unit rumah. Pada saat itu juga wilayah stasi St. Petrus meliputi Kenten Laut, Kenten Permai, Kenten Indah, Perumahan PT. Pusri Sako, Perumahan DPR, Perumnas. Dengan wilayah yang begitu luas, umat Katolik masih mampu untuk mengadakan pertemuan bersama. Mereka berkunjung dari rumah ke rumah lainnya khususnya pada saat doa Rosario keliling. Namun demikian karena pertambahan jumlah umat yang berpindah dari paroki lain semakin banyak masuk di Sako, maka diperlukan pembentukan pengurus Dewan Stasi.

Tahun 1987 selain Perumnas dibangun perumahan baru misalnya Perumahan PT. Pusri Borang, tahun 1988 dibangun perumahan PT. Multi Wahana Wijaya dengan segala fasilitas: pasar, ruko, terminal, perumahan PT. BA, Kehutanan, PLN, Perumahan Guru Xaverius Borang. Perkembangan penduduk selanjutnya ke arah Kenten Laut. Pemekaran stasi terjadi dengan membagi dua kring yaitu kring St. Yusup dengan wilayah sekitar gereja (sekarang aula) sampai pasar Sako lama dan kring St. Paulus dengan wilayah sekitar Perumnas dan PT. Pusri Sako serta wilayah Desa Sukamaju. Karena jarak wilayah kring St. Paulus terlalu luas maka dimekarkan lagi menjadi dua kring yaitu: kring induk St. Paulus dengan wilayah Perumnas dan Perumahan PT. Pusri Sako dan kring St. Maria dengan wilayah Sukamaju dan sekitarnya.

Tahun 1989, tepatnya bulan Desember kring St. Yusup dimekarkan menjadi 3 kring yaitu: kring St. Yusup dengan wilayah sekitar gereja dan sekolah Xaverius; kemudian kring St. Theresia dengan wilayah meliputi Perumnas berdekatan dengan St. Paulus sampai Bukit Sangkal dan Pasar Sako; dan kring St. Thomas Aquinas meliputi wilayah perumahan Xaverius Borang, sebagian Perumnas baru, Multi Wahana Wijaya, Perumahan PT. Pusri Borang, PT. BA, PLN, Kehutanan dan ditambah RSS A, RSS B, RSS C Borang. Sejak sekitar tahun 1990-an kegiatan liturgi mulai teratur dan kepengurusan Dewan Stasi mulai tertata sesuai dengan kebutuhan stasi. Dengan adanya umat pendatang yang bisa terlibat dalam kerasulan menambah semangat pelayanan umat dalam hidup menggereja di Sako. Sampai akhir tahun 1996 stasi St. Petrus terdiri dari 5 kring yaitu: St. Paulus, St. Maria, St. Yusup, St. Theresia, St. Thomas Aquinas. Pada akhir tahun 1996 perkembangan penduduk Kenten ke arah Kenten Laut dengan perumahan Polygon dan sekitarnya. Jumlah pemukiman yang terus meningkat semakin menambah jumlah umat yang berpindah ke wilayah stasi St. Petrus.

Pada awal tahun 1997 mulai dipikirkan pemekaran kring St. Maria. Pada tahap awal kring St. Maria dimekarkan dengan sistem pembagian wilayah menurut kelompok terdekat dengan pembagian sebagai berikut: Kelompok A, Kelompok B, Kelompok C. Setelah diuji coba dalam beberapa waktu kelompok- kelompok tersebut bisa berjalan dalam kegiatan kelompoknya masing-masing maka disepakati bahwa kring St. Maria siap untuk dimekarkan menjadi 3 kring. Tepatnya pada tanggal 12 April 1997 kelompok C yang meliputi perumahan Polygon, Perumahan Prima Indah dan sekitarnya daerah Kenten Laut diresmikan menjadi kring mandiri dengan nama kring St. Vincentius. Berikutnya kelompok A yang meliputi perumahan Tirta Garden, Vila Damai dan sekitarnya diresmikan menjadi kring mandiri dengan nama kring St. Elisabeth tepatnya pada tanggal 16 Oktober 1998. Dengan demikian sejak tahun 1998 stasi St. Petrus menjadi 7 kring dengan jumlah umat tiap kring sekitar 40-50 kepala keluarga. Pastor yang melayani umat waktu itu adalah Pastor Agus Setyo Aji Putra Sesulih, SCJ yang bertempat tinggal di pastoran Sanfrades sekaligus sebagai pastor kepala paroki. Dalam kegiatan-kegiatan Gerejani misalnya pendalaman iman, liturgi, APP dan kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan dalam kring, stasi tidak terikat dengan paroki induk, bahkan sudah terpisah meskipun pastornya sama. Pastor Agus, SCJ mencoba menertibakan administrasi stasi dengan mengawali pembukuan mandiri sejak tahun 1995. Dengan demikian, pengertian stasi pada waktu itu tidak berarti bagian dari Sanfrades, melainkan kelompok umat yang terpisah dan mandiri namun belum dilayani imam yang menetap di tempat.

Tahun 2000 adalah tahun naga. Apakah ada kaitan antara falsafah tahun naga dengan sejarah perkembangan umat, namun banyak kejadian yang dialami umat stasi dan bisa direfleksikan secara lebih mendalam. Tahun ini merupakan tahun akhir penggembalaan Pastor Agus, SCJ di stasi St. Petrus Kenten. Beliau yang menggembalakan umat stasi St. Petrus harus menggalami banyak tantangan dan pergolakan baik yang berasal dari dalam maupun dari luar. Pembangunan gereja yang sekarang belum selesai semuanya itu juga berkat kegigihan beliau bersama dengan umat dan dewan pada masa-masa sulit.

Pada bulan Juni 2001, Pastor Agus, SCJ mendapat tugas yang baru untuk belajar di Filipina dan digantikan oleh Pastor Stefanus Endrokaryanto, SCJ. Pastor Endro, SCJ mendapat tugas baru selain harus menggembalakan umat yang sedang mengalami peredaan batin karena peristiwa yang dialami umat yakni kebakaran Gereja, beliau juga bertanggungjawab untuk menyelesaikan pembangunan Gereja yang belum selesai. Pastor Endro, SCJ langsung menetap di pastoran Kenten yang sudah dimulai oleh Pastor Agus, SCJ. Umat semakin yakin bahwa mereka diperhatikan oleh uskup karena pastor stasinya diperbolehkan tinggal di tengah-tengah umat.

Pada bulan Oktober 2001, pimpinan Kongregasi SCJ Indonesia memberi kepercayaan kepada stasi St. Petrus Kenten untuk menjadi tuan rumah tahbisan 8 calon imam SCJ. Pada waktu itu gereja belum jadi sesuai harapan karena masih bocor. Akhirnya terlaksanalah perayaan tahbisan pada tanggal 11 Oktober 2001. Peristiwa bersejarah tersebut dimanfaatkan oleh Pastor stasi, dewan dan umat untuk membangun semangat menggereja lagi. Semangat itu didasari oleh hasil Sinode Keuskupan Palembang dan hasil Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia mengenai Pemberdayaan Komunitas Basis Gerejani. Mulai tahun 2002 di stasi St. Petrus diupayakan agar cita-cita dan tujuan KBG bisa diwujudkan dalam kehidupan umat beriman di masyarakat. Contoh perwujudan Gereja Basis adalah: tiap kring membagi wilayahnya berdasarkan jumlah kepala keluarga yang disebut basis. Tiap basis terdiri dari 15-25 keluarga dengan koordinator kelompok basis masing-masing. Nama kring berubah menjadi wilayah.

Pengalaman ini memberi gambaran banyak hal yang bermanfaat untuk pelayanan misalnya: pertemuan umat basis semakin mudah berkumpul, tanggungjawab umat semakin tampak, pengorganisasian administrasi wilayah semakin rapi dan diringankan karena banyak yang terlibat. Dalam situasi stasi yang sedang membangun baik secara fisik maupun rohani ini, pemberdayaan kelompok basis dirasakan sangat berguna. Tahun 2003, tepatnya tanggal 23 Febuari, stasi St. Petrus diresmikan menjadi paroki baru. Menjadi sebuah Paroki adalah hal yang sangat didambakan oleh umat. Segala peristiwa telah dialami mulai dari tempat yang sangat terpencil dan terisolasi menjadi tempat yang cukup baik dan menjanjikan untuk sebuah karya misi iman yang percaya akan Yesus Kristus. Hal ini tidak terlepas dari pandangan visi ke depan oleh para pendahulu, baik itu dari para rohaniwan maupun dari kaum awam. Rm. Endro, SCJ beserta DPP dan umat St. Petrus pun giat meningkatkan kehidupan mengereja dengan menguatkan kebersamaan hidup umat. Hal ini dilakukan dengan memperhatikan sarana dan prasana yang masih banyak kekurangan dan juga perhatian terhadap pelayanan kehidupan mengereja.

Pada tahun 2007 Rm. Endro, SCJ digantikan oleh Rm. Antonius Sumardi, SCJ. Pada periode ini pelayanan iman umat telah berjalan dengan baik. Perbaikan gereja terutama atap dan penambahan badan gereja untuk menempatkan 12 patung Rasul juga terlaksana pada periode ini. Selama pelaksanaan pembangunan atap berikut plafon, perayaan ekaristi dialihkan ke gedung gereja lama. Berhubung gedung gereja lama tersebut tempatnya kecil sedangkan jumlah umat sudah demikian banyak (kurang lebih 600 KK atau ± 2000-an jiwa), maka Perayaan Ekaristi diselenggarakan menjadi 3 kali misa selama kurang lebih 6 bulan. Pada tahun 2010, terjadi penggantian kepengurusan Dewan Pastoral Paroki St. Petrus dari Bapak Frans Sugiayana kepada Bapak Widyo Lukito untuk periode kepengurusan 2010–2013. Pada masa ini Dewan Pastoran Paroki telah menyesuaikan program kerja dengan hasil Sinode 2 Keuskupan Agung Palembang dimana yang bertindak sebagai ketua umum adalah pastor paroki. Selain itu juga sebutan “kring” telah diganti menjadi “wilayah” yang terdiri atas basis-basis.

Pada tahun 2011 Rm. Antonius Sumardi, SCJ digantikan oleh Rm. YG. Marwoto, SCJ. Pergantian kepemimpinan pastor paroki ini persis terjadi ketika perbaikan atap dan plafon gereja selesai dilaksanakan meskipun masih terdapat sedikit kebocoran pada atap gereja. Perayaan Ekaristi pun akhirnya dipindahkan kembali ke gereja semula. Kebiasaan mengadakan misa Minggu sebanyak tiga kali tetap dipertahankan oleh pastor paroki yang baru. Alasannya mengingat jumlah umat yang terus bertambah dan juga untuk memberikan kemungkinan yang lebih luas kepada umat untuk berpartisipasi dalam perayaan Ekaristi. Sebagai pastor paroki yang baru dalam waktu yang relatif singkat Rm. Marwoto, SCJ telah banyak mengenali situasi paroki dan umat di wilayah penggembalaannya. Pembenahan dan penertiban administrasi merupakan terobosan awal yang dilakukan di paroki ini. Upaya ini dilakukan dengan memperbaiki dan membenahi ruangan sekretariat paroki yang terletak di pastoran. Administrasi yang menyangkut umat pun akhirnya dapat tersimpan dan tertata dengan sangat baik, rapi dan tergolong lengkap. Perbaikan dan pembenahan di dalam dan di luar gereja juga dilakukan. Hal ini terlihat dari adanya perbaikan latar belakang panti imam, jendela gereja, taman di sekeliling gereja, dan juga perbaikan pelataran di komplek gereja dan lain-lain agar tampak lebih rapi dan asri. Pembangunan tempat pertemuan gedung St. Yohanes juga dilakukan demi memudahkan pelaksanaan pertemuan-pertemuan baik oleh Dewan maupun kelompok lainnya. Begitu juga dengan perbaikan aula sebagai gedung serbaguna telah dilakukan pelebaran, termasuk perbaikan toilet sehingga tempat tersebut dapat digunakan ataupun disewakan kepada umat yang menyelenggarakan perayaan seperti pesta perkawinan dan lain-lain dalam kapasitas yang cukup besar. Semua kegiatan yang dilakukan di atas terlebih dahulu telah disosialisikan kepada umat oleh Romo YG. Marwoto, SCJ, bersama dengan anggota DPP dengan melakukan kunjungan ke wilayah-wilayah Paroki St. Petrus.

Pada tahun 2013 ini dalam kurun waktu yang berdekatan juga terbentuk tiga wilayah baru yang dimekarkan dari wilayah sebelumnya. Dimulai dari wilayah St. Yohanes Pembaptis yang semula bergabung dengan wilayah St. Maria, kemudian diikuti oleh Wilayah St. Lukas yang sebelumnya bergabung dengan wilayah St. Yusuf dan Wilayah St. Fransiskus yang sebelummnya menjadi bagian dari wilayah St. Theresia. Dengan demikian paroki St. Petrus Kenten kini terdiri atas sepuluh wilayah yang sebelumnya dari tahun 1998 hanya terdiri dari tujuh wilayah. Kepemimpinan Romo YG. Marwoto, SCJ sebagai Pastor Paroki terjadi selama enam tahun lamanya. Setelah itu, Romo Marwoto digantikan oleh Romo Cornelius Dwijo Sukarno, SCJ. Masa kepemimpinan Romo Dwijo, SCJ tidak berlangsung lama sehingga tidak banyak terjadi perubahan. Hanya ada tambahan beberapa pohon-pohon yang menjadi peninggalan dari kepemimpinan Romo Dwijo. Setelah itu Pastor Paroki digantikan oleh Romo Yohanes Harry Subekti, SCJ. Pada masa kepemimpinan Romo Harry Subekti SCJ, Paroki St. Petrus kenten memiliki enam belas lingkungan. Jumlah perkembangan umat diperkirakan berjumlah 2.940-an umat.

Pada masa kepemimpinan Romo Harry terjadi juga peralihan DPP tahun 2016-2019 ke DPP tahun 2019-2021. Pada saat ini yang terjadi diparoki lebih pada perbaikan-perbaikan gedung Gereja, dan ada beberapa pembangunan. Pembangungan itu diantaranya membuat gerbang masuk Gereja, lapangan volley, dan Gapura, Wc gereja, dan renovasi Jalan Salib. Saat ini Paroki ini yang dahulu menyebut wilayah diganti dengan sebutan Lingkungan. Saat ini Paroki St. Petrus memiliki 16 lingkungan. Lingkungan tersebut ialah St. Lukas, St. Monica, St. Yusuf, St. Matius, St. Thomas Aquinas, St. Regina, St. Theresia, St. Clara, St. Fransiskus, St. Paulus, St. Maria, St. Yohanes Pembaptis, St. Vincentius, St. Elisabeth, St. Faustina, St. Bernadette. Di dalam lingkungan-lingkungan tersebut masih terdapat pemecahan- pemecahan atau yang disebut dengan basis. Contohnya lingkungan St. Yusup memiliki tiga basis yakni basis A, basis B, dan basis C. Kemungkinan kedepannya masih ada pemecahan- pemecahan kembali karena jumlah umat memang terus berkembang. Selain itu, saat ini Paroki St. Petrus memiliki dua stasi yakni stasi St. Thomas Banyu Urip dan St. Paulus Mulyasari. Stasi ini terletak di kabupaten Banyu asin dan memiliki jarak tempuh sekitar satu jam perjalanan dari Paroki St. Petrus. Dahulu stasi ini dilayani oleh Paroki Allah Maha Murah Pasang Surut, tetapi karena alasan tertentu maka saat ini dilayani oleh Paroki St. Petrus

Style Selector

Layout Style

Predefined Colors

Background Image